Pulang Kampung
Bismillah...
Bukan
pulang kampung beneran. Hiks. Tepatnya “Ingin Pulang Kampung”. Akhir-akhir ini Depok mulai sering diguyur
hujan. Paling sering sore hari, apalagi kalau lagi hari Selasa. Pasti ingat
banget soalnya harus berpayung ria menuju FIB untuk kelas Batik. Yup, menikmati
sore dengan berjalan kaki sambil berpayung cantik (hehe...) menyusuri jalanan
kecil di UI.
Usai
hujan. Saat-saat itulah yang paling krusial untuk memunculkan rasa “Ingin
Pulang Kampung”. Aroma setelah hujan selalu berhasil bikin seorang diriku ini
merasa sangat “Ingin Pulang Kampung”
karena teringat suasana rumah di Kediri tercinta. Ya Allah, ternyata
yang jauh itu selalu punya tempat untuk dirindukan >.<.
Merindukan
rumah. Hal yang pertama kali sememuncak ini. Maklum lah, bagi orang rumahan dan
yang suka di rumah, jauh dari rumah sangat amat membuat sisi kerinduan
tersendiri. Bukan berarti hanya rumah. Semua apa yang ada di rumah pasti ikut
dirindukan. Ibu, bapak, kasurku (hoho...hehe...), tanamanku, dapur,.....
(hwaaaa...>.<).
"BUKAN URUSAN SAYA"
Suatu ketika Kekhalifahan utsmani yang waktu itu
dipimpin Sultan Ahmad I baru saja mengalami sebuah kekalahan yang besar. Hal
ini kemudian menjadikan sang khalifah bingung dan kecewa, maka diputuskanlah
untuk mengutus orang untuk bertanya kepada seorang ulama.
Seorang ulama besar, yang sangat dipercaya oleh
khalifah waktu itu adalah Syeikh Muhammad Sa’ dudin bin Hasan Khan al-Tabrizi
(wafat 1008H). Pertanyaan sang utusan khalifah tersebut berbunyi, “ Apa
kekurangan yang terdapat di Negara ini (sehingga kita mengalami kemunduran dan
kekalahan daripada musuh) padahal Allah menjanjikan kememangan bagi umat
Islam?” sang syeikh menjawab dengan kalimat yang sangat sederhana dan ringkas,
“Bukan urusan saya.” Tentu saja jawaban dari sang syeikh ini membuat heran
utusan sang khalifah. Bagaimana tidak, sang syeikh yang terkenal sebagai
seorang yang hebat, mampu menjawab ratusan permasalahan hukum dan fatwa melalui
hafalannya tanpa merujuk kitab terlebih dahulu. Tetapi mengapa ketika
ditanyakan padanya permasalahan yang begitu serius ini jawaban beliau terkesan
menyepelekan dan acuh tidak acuh.
Sudahkah Mencintai Sholat?
Sholat menjadi beban tersendiri bagi sebagian orang,
mereka merasa seolah memikul beban berton-ton saat kumandang adzan mengetuk
gendang telinga. Enggan rasanya melangkahkan kaki untuk mengambil air wudhu dan
sholat. Menunda menjadi pilihan, ada saja alasan untuk tidak sholat di awal
waktu. Lalu ketika tanpa sengaja terlewat, ia hanya membatin sejenak ‘ya allah,
aku belum sholat’. Dan jika berlanjut, dilakukan berulang kali.. maka
meninggalkan sholat akan menjadi hal biasa. Telinga mereka menuli atas jeritan
hati.
Sebagian yang lain hanya menjadikan sholat sebagai
formalitas, penggugur kewajiban. Maka sholatnya hanya asal sholat. Lebih suka
sholat sendiri ketimbang berjamaah, baginya.. berjamaah itu buang-buang waktu.
Maka jangan tanya berapa detik ia bertahan dalam ruku’ dan sujudnya. Baginya
asalkan sudah sholat maka sudah cukup, toh sudah memenuhi kewajiban.
Sholat.. seperti apa ia bagimu? Jangan keburu kau jawab..
coba renungkan dulu sejenak. Coba ingat-ingat lagi.. Bukankah hakikatnya,
sebenarnya kita yang butuh sholat?