- Back to Home »
- Gaulislam »
- Jangan Korbankan Wanita!
Posted by : Himmatul Aliyah
Senin, 23 April 2012
Bro en Sis pembaca setia gaulislam, ketika akan
menulis edisi ini, saya jadi inget tulisan saya waktu jadi editor di Buletin
STUDIA 12 tahun silam—tahun 2000 (ini juga buletin remaja yang saya kelola
bersama kawan-kawan sebelum saya dan kawan-kawan lainnya mengelola gaulislam di
tahun 2007). Ya, rasa-rasanya cocok kalo ditulis ulang (tentu dengan beberapa
update informasi) untuk merespon gonjang-ganjing pembahasan RUU KKG (Rancangan
Undang-Undang Keadilan dan Kesetaraan Gender) di DPR yang diprotes banyak kaum
muslimin. Wah, gaulislam ngebahas yang serius nih? Iyalah. Kan kalo ngebahas
soal musik udah, ngebahas soal boyband SuJu (Super Junior) yang berisikan cowok-cowok
keren asal Korea yang bikin histeris para ELF (sebutan untuk para penggemar
Super Junior) karena akan manggung selama tiga hari di Indonesia akhir April
2012 ini, gaulislam udah bahas secara umum tentang musik di edisi 231 dan edisi
233. Silakan dibaca lagi ya. Insya Allah mewakili.
Nah, sekarang gaulislam bakalan ikut peduli soal
harkat dan martabat kaum perempuan. Ciee.. bukan karena setuju feminisme lho,
tapi karena Islam memang mengajarkan kita memuliakan wanita. Tetapi sepertinya
saat ini, fakta menunjukkan bahwa wanita diciptakan untuk menyenangkan
laki-laki semata. Di tempat-tempat hiburan, perempuan telah menjadi barang
dagangan yang bisa menggairahkan bagi laki-laki. Tak ada tempat hiburan yang
‘menjual’ laki-laki, kan? Malah Demosthenes (orator hebat di masa Yunani
Kuno) pernah berkata, “Kita perlukan gundik untuk memuaskan kesenangan kita,
dan istri untuk melahirkan keturunan kita.” Halah!
Sejauh ini fakta telah menempatkan wanita pada posisi
yang membuatnya terpuruk. Di jaman dulu, wanita ditempatkan pada posisi yang
rendah. Boleh dikatakan, tak layak hidup. Seperti apa yang pernah dilakukan
oleh para ayah di masa jahiliyah yang mengubur hidup-hidup anak perempuannya.
Masa itu terus berlanjut seiiring dengan makin berkembangnya ilmu dan teknologi,
yang membuat penindasan itu bervariasi dalam model-model yang tak kalah sadis.
Coba deh, anak cewek pasti hapal bener dengan berbagai
kasus pelecehan seksual, misalkan. Sampai sekarang pelecehab seksual masih hangat
untuk dibicarakan, namun terus terang aja, tak ada penyelesaian yang benar dan
baik. Wanita seolah tetap terpuruk dalam dunianya yang serba terbatas. Setelah
itu, semua masalah ditumpahkan dan wanita jadi penyebab semua itu. Anak cewek
menerima? Tentu saja sewot. Meski tanpa disadari mereka sendiri yang sebenarnya
menciptakan kondisi itu dengan menyukai aturan yang berlaku di masyarakat
sekarang ini. Ibaratnya, ia merasa jijik kalau harus masuk WC, namun karena
butuh dan terbiasa, akhirnya dinikmati juga. Bener nggak, Non?
Feminisme; racun atau madu?
Sekarang ini kaum wanita makin sering bicara soal
martabat dan persamaan derajat dengan laki-laki (termasuk dalam RUU KKG).
Ide-ide feminisme pun berkembang dengan lancar dan tampak mendapat sambutan
yang antusias dari—tentu—kalangan wanita juga laki-laki yang setuju ide
feminisme. Mereka berpikir bahwa sudah saatnya untuk menyamakan peran dengan
laki-laki. Meski akhirnya tanpa disadari narus mengorbankan harga dirinya.
Memang, tak semua tuntutan persamaan itu salah, Non. Sebab, dalam beberapa hal
boleh-boleh saja, seperti dalam masalah pendidikan, anak cewek boleh bersaing
dengan laki-laki.
Sayangnya, emansipasi yang digembar-gemborkannya untuk
mengangkat dan membebaskan wanita dari perbudakan malah menjerumuskannya pada
perbudakan baru. Pada masyarakat kapitalis seperti sekarang ini, wanita telah
menjadi komoditas alias barang yang diperjual-belikan. Mereka dijadikan sumber
tenaga kerja yang murah atau dieksploitasi untuk menjual barang. Barang jenis
industri mutakhir seperti mode, kosmetik dan hiburan, hampir sepenuhnya
memanfaatkan ‘jasa’ wanita. Pendidikan dan media-massa menampilkan citra wanita
yang penuh glamour—sensual dan fisikal. Penuh sensasi, dan tentu nggak
ketinggalan, bodi! Wuih, kasihan amat.
Pada masyarakat bebas kayak begini, wanita dididik
untuk melepaskan segala ikatan normatif, kecuali kepentingan industri. Tubuh
mereka dipertunjukkan untuk menarik selera konsumen. Coba bayangin, betapa
konyolnya, iklan mobil mewah rasanya belum lengkap kalau tak hadir di
sampingnya gadis berbodi aduhai. Permen rasanya belum manis kalau tak
menyertakan penampilan gadis dengan bibir sensual mengunyah permen.
Akibat lanjutnya, pelecehan seksual manjadi trend
tersendiri. Digandrungi sekaligus dikecam. Saling tunjuk hidung antara kaum
cowok dan kaum cewek sudah biasa. Sama-sama tak mau disalahkan. Kaum pria
protes ketika dituduh sebagai biang kerok pelecehan seksual. Tak cukup sampai
di situ, ternyata kaum wanita juga menuduh para cowok karena tak mampu menahan
nafsu. Tak ada yang mau kalah dan disalahkan. Jadi gimana dong? “Tuduhlah aku
sepuas hatimu…” *jadi ngedangdut gini nih! Halah!
Namun, disadari atau tidak, wanita telah menjerumuskan
dirinya ke dalam kubangan yang penuh lumpur, ditambah dengan kondisi lingkungan
masyarakat saat ini yang tak ramah bagi seorang wanita. Gimana nggak ramah,
setiap hari kondisi masyarakat sepertinya memberikan justifikasi alias
pembenaran terhadap apa yang dilakukan kaum Hawa saat ini. Kondisi masyarakat
bahkan menuntut kaum wanita untuk berbuat seperti itu. Tentu sangat berbahaya
menciptakan kondisi yang tak sehat buat kaum wanita. Walhasil, emansipasi
ternyata memberikan racun ganas yang mematikan. Kasihan, ya?
Sobat muda muslim pembaca setia gaulislam, kalo kita
melihat draft RUU KKG, rasa-rasanya pantas bagi kita yang mukmin
mengkritisinya. Definisi gender dari naskah RUU KKG di DPR RI yang beredar:
“Gender adalah pembedaan peran dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan yang
merupakan hasil konstruksi sosial budaya yang sifatnya tidak tetap dan dapat
dipelajari, serta dapat dipertukarkan menurut waktu, tempat, dan budaya
tertentu dari satu jenis kelamin ke jenis kelamin lainnya.” (pasal 1:1)
Menurut Dr Adian Husaini, peneliti INSISTS, dalam Catatan
Akhir Pekan-nya yang ke-333, 8 April 2012 lalu menuliskan: “Sepintas,
definisi semacam itu seolah-olah tampak biasa-biasa saja. Padahal, jika dilihat
dalam perspektif ajaran Islam, konsep gender dalam draft RUU tersebut
jelas-jelas keliru. Sebab, pembedaan peran dan tanggung jawab laki-laki
dan perempuan dalam Islam bukanlah merupakan hasil budaya, tetapi merupakan
konsep wahyu. Ketika Rasulullah saw. melarang seorang istri untuk keluar rumah
karena dilarang suaminya – meskipun untuk berziarah pada ayahnya yang meninggal
dunia – larangan Nabi itu bukanlah budaya Arab. Tetapi, itu merupakan ajaran
Islam yang berdasarkan kepada wahyu Allah.”
Kemudian Dr Adian Husaini menuliskan kembali dalam
catatannya: “Sebagai contoh, perempuan ulama fiqih terbesar, yakni Siti Aisyah
r.a., tidak berbeda pendapatnya dengan pendapat para sahabat laki-laki dalam
berbagai masalah hukum yang kini digugat kaum feminis. Belum lama ini telah
terbit sebuah buku karya Sa’id Fayiz al-Dukhayyil, Mawsu’ah Fiqh ‘Aisyah Umm
al-Mu’minin, Hayatiha wa Fiqhiha, (Dar al-Nafes, Beirut, 1993), yang
menghimpun pendapat-pendapat Siti Aisyah r.a. tentang masalah fiqih. Hingga
kini, ribuan ulama dan cendekiawan Muslimah tetap masih aktif menentang ide-ide
ekstrim dari para feminis dan aktivis KKG yang terinspirasi atau terhegemoni
oleh pandangan hidup sekular-liberal atau Marxisme.”
Sosok wanita ideal dalam Islam
Rasulullah saw. membuat empat buah garis seraya
berkata: “Tahukan kalian apakah ini?’ Mereka berkata: ‘Allah dan Rasul-Nya lebih
mengetahui.’ Nabi saw.. lalu bersabda: “Sesungguhnya wanita ahli surga yang
paling utama adalah Khadijah binti Khuwailid, Fathimah binti Muhammad
saw., Maryam binti ‘Imron, dan Asiyah binti Mazahi.’ (Mustadrak
Al-Shahihain 2:497)
Kamu tahu Khadijah? Dialah istri nabi yang pertama dan
wanita pertama yang beriman atas kenabian Muhammad saw. Dia pula yang pertama
mendapat gelar ummul mukminiin.
Lahir dari kalangan keluarga yang mulia, jujur dan
pemimpin. Dibesarkan di kalangan keluarga mulia, terdidik dengan akhlak yang
terpuji, bersifat teguh dan cerdik, sehingga kaumnya memanggil thohiroh
karena sangat perhatian terhadap akhlak dan kesopanan yang mulia.
Wanita cerdas dan bisniswati yang sukses dalam
menjalankan roda-roda usahanya dan sanggup membiayai hampir seluruh dakwah
Rasulullah saw. Beliaulah teladan “Khadijah-Khadijah kontemporer abad ini—yang
tengah menggapai angan-angan kosong emansipasi yang telah membuatnya
meninggalkan segalanya.
Beliaulah satu-satunya ‘usahawati’ yang terkemuka di
jamannya. ‘Kerajaan’ bisnisnya meliputi jazirah Arab. Namun tetap rendah
hati dan berakhlak mulia, tetap menjaga kesuciannya dan tetap menjadi ibu bagi
anak-anaknya—plus menghormati Rasulullah sebagai suami tercintanya meski usia
suaminya lebih muda 15 tahun darinya. Namun Khadijah tetap patuh dan taat.
Tidak seperti wanita-wanita kantemporer yang egonya tinggi dan cenderung lepas
kendali bila sudah berada di papan atas. Bahkan tak segan untuk menjalin ikatan
lahir bathin dengan mitra bisnisnya yang laki-laki. Atau malah kedudukannya
dipakai untuk mendikte dengan melakukan pelecehan seksual terhadap anak
buahnya. Seperti apa yang digambarkan dalam film Disclosure-nya Demi
Moore yang meneror bawahannya yang diperankan Michael Douglas (film tahun
1994). ltu di film, tapi tak mustahil hal itu terjadi dalam dunia nyata.
Gimana, Non, mungkin kan?
Tahu tentang sosok Asma binti Yazid? Beliau adalah
seorang orator, singa podium dari kalangan wanita. Dia bukanlah Megawati atawa
aktivis liberal macam Musdah Mulia, dan amat sangat jauh levelnya kalo (boleh)
dibandingkan dengan Ayu Ting-Ting atau Trio Macan.
Prestasi dan prestisenya sulit dilukiskan dengan
kata-kata. Bener, nggak bohong. Pun pengabdiannya pada Islam telah membuat
dirinya disegani. Selain sebagai singa podium, ia juga adalah pejuang yang
tabah, wanita terhormat, tergolong ahli pikir dan ahli agama. Bahkan beliau ini
dipercaya untuk menjadi delegasi wanita dalam menyampaikan segala uneg-uneg
atau permasalahan yang berhubungan dengan para wanita kepada Rasulullah saw.
dalam majelis syuro.
Suatu ketika, saat pertemuan Asma melontarkan
pertanyaan yang membebani kaum wanita. “Ya Rasulullah. Aku rnewakili kaum
wanita untuk menanyakan kepadamu tentang beberapa hal. Bukankah engkau diutus
oleh Allah untuk rahmat bagi manusia—laki-laki dan wanita? Namun dalam beberapa
masalah ternyata kami merasa dibedakan dengan laki-laki. Kami sama-sama beriman
dan bertakwa, narnun kami juga merasa iri dengan perbuatan kaurn laki-laki yang
seolah menempatkan mereka pada posisi yang baik untuk mendapatkan pahala yang
besar. Mereka boleh berjihad, semantara kami hanya mengurus anak-anak dan
menjahit pakaian mereka. Mereka diberi kesempatan untuk mendapatkan pahala
sholat jumat, sementara kaum wanita tak boleh. Bagaimana ini ya Rasulullah?”
Mendengar ‘protes’ demikian Rasulullah saw. kaget,
meski protesnya tentu saja tak disertai gelar poster dan demo mogok makan.
Ternyata, Non, yang diproteskan para muslimah itu bukan keinginan mendapatkan
berlian seberat 2 kilogram, atau persamaan hak untuk mendapatkan jabatan
eksekutif dari jenjang karir papan atas. Yang mereka tanyakan justru persamaan
dalam memperoleh pahala dan menjalankan syariat. Hebat, bener!
Kemudian yang mulai Rasulullah saw. dengan bangga
bertanya kepada peserta pertemuan yang lain: “Pernahkan kalian mendengar
pertanyaan yang lebih baik selain soal-soal agama seperti wanita ini?. Ya
Rasulullah, kami tidak menyangka dan berpikir wanita itu akan bertanya
sedemikian jauh,” jawab hadirin kompak dan spontan.
“Wahai Asma’ kau pahami dan sampaikan nanti pada
kaummu. Kebaktianmu pada suami dan usaha mencari kerelaannya telah meliputi dan
menyamai semua yang dilakukan suami kalian (kaurn pria),” jawab
Rasulullah singkat, namun padat dan bermakna tinggi.
Jawaban tersebut karuan saja menggembirakan hati Asma
dan segera ia pulang dan menyampaikan berita itu kepada para wanita. Dan mereka
pun menerima dengan senang hati. Tidak banyak bantahan dan tuntutan seperti
halnya srikandi-srikandi kontemporer yang ingin berperan ganda, sampai-sampai
melalaikan yang wajib dan mengejar yang mubah bahkan makruh dan haram
sekalipun. Bisa berabe, Non!
Dua tokoh inilah, yang setidaknya bisa dijadikan sosok
ideal wanita muslimah. Kamu juga bisa Non, asal mau mengubah diri. Bener, semua
orang juga bisa. Masa’ untuk maksiat aja bisa, kenapa untuk keridhoan Allah
nggak mampu? Ayo, kamu bisa!
Islam memuliakan wanita
Suatu ketika seorang muslimah di kota Amuria–terletak
antara wilayah Irak dan Syam–berteriak minta tolong karena kehormatannya
dinodai oleh seorang pembesar Romawi. Teriakan ini ternyata terdengar oleh
Khalifah Mu’tashim, pemimpin umat Islam saat itu. Kontan saja ia mengerahkan
tentaranya untuk membalas pelecehan itu. Bukan saja sang pejabat, tapi kerajaan
Romawi langsung digempur. Sedemikian besarnya tentara kaum muslimin
hingga diriwayatkan ‘kepala’ pasukan berada di Amuriah sedangkan ‘ekornya’
berakhir di Baghdad—bahkan masih banyak tentara yang ingin berperang. Fantastic!
Untuk membayar penghinaan tersebut 30.000 tentara
musuh tewas dan 30.000 lainnya menjadi pesakitan. Itu wujud perhatian Khalifah
(pemimpin negara Islam kepada rakyatnya). Hebat ya perhatian Islam sama
rakyatnya. Nggak seperti sekarang, malah mau mengorbankan wanita ke lembah
nista melalui RUU KKG. Gawat bin bahaya, pemimpin seperti itu mah.
Dalam Islam, kehormatan manusia baik laki-laki maupun
wanita, dijunjung demikian tinggi. Haram hukumnya melanggar kehormatan orang
lain. Termasuk tindak pelecehan seksual. Jangankan mencolek, atau bahkan
memperkosa, melirik wanita yang bukan mahrom dengan syahwat pun haram hukumnya.
Rasulullah pernah memalingkan muka Fudhail karena memandang wanita—yang saat
itu menghadap Rasulullah—dengan syahwat.
Namun amat disayangkan, bahwa wanita-wanita sekarang
ini cenderung membiarkan dirinya hanyut dalam gelombang emansipasi yang
amburadul. Hampir semua bagian ingin direngkuh demi persaingan harga diri
dengan laki-laki. Tak peduli meski akhimya harus mengorbankan harga diri. Kamu,
jangan begitu, ya Non!
Banyak wanita yang bekerja di sektor industri dengan
tidak memperhatikan apakah jenis pekerjaannya sesuai atau tidak dengan
kodratnya sebagai wanita. Apakah jenis pekerjaannya itu membahayakan dirinya
atau tidak, menjaga kesuciannya atau tidak, mereka sudah tak peduli. Misalkan
kerja di pabrik mengoperasikan mesin giling atau bekerja dipengeboran minyak.
Sama celakanya menceburkan diri dengan bekerja di bar atau hotel yang bakal
merendahkan martabat dan mengotori kesuciannya. Wah, bahaya, Non!
Tapi ironisnya, di saat kaum wanita negeri ni
menggembar-gemborkan emansipasi di segala bidang, ternyata orang-orang di Barat
sudah mulai meninggalkannya sedikit demi sedikit. Malah ada yang sampai
mengkritik para wanita di negerinya yang rela bekerja hingga tak peduli akan
kehormatan dirinya. Paling tidak, Anna Rued yang menulis dalam sebuah bukunya—Eastern
Mail, ia menyebutkan bahwa “Kita harus iri kepada bangsa-bangsa Arab yang
telah mendudukkan wanita pada tempatnya yang aman. Dimana hal itu jauh berbeda
dengan keadaan di negeri ini (Inggris) yang membiarkan para gadisnya bekerja
bersama laki-laki di kilang-kilang minyak—yang tidak saja menyalahi
kodrat—tetapi bisa menghancurkan kehormatannya.”
Nah, dalam urusan wanita ini, lebih jauh Rasulullah
telah mengajarkan kepada kita melalui sabdanya:“Sebaik-baik kalian adalah
yang selalu berbuat baik terhadap istri-istri kalian.” (HR Turmidzi)
Kemudian sabdanya yang lain adalah: “Takutlah
kepada Allah dan hormatilah kaum, wanita.” (HR Muslim)
Kata orang, sejarah yang buruk itu memang getir,
tetapi banyak orang juga tak bisa belajar dari kegetiran sejarah. Apa
maksudnya? Sebagai contoh, kaum wanita sekarang kini tengah dilanda kegetiran
hidup, di semua sektor ternyata membuat dirinya tak aman. Semuanya menyisakan
masalah bagi wanita dan menempatkannya sebagai korban. Nah, agar tak terus jadi
korban lingkungan yang tak ramah ini, maka sudah saatnya para wanita sadar akan
‘sejarahnya’ sekarang ini yang amburadul bin kusut. Tidak hanya sadar, tapi
juga harus berusaha untuk lepas dari kegetiran hidup itu. Kalau mau bijaksana,
tentu harus bercermin kepada Islam.
Kenapa Islam? Karena hanya Islam lah yang telah
menempatkan para wanita pada posisi yang seharusnya dan sewajarnya. Islam akan
melindungi kehormatan wanita, dan akan memberikan rasa aman, termasuk buat para
gadis macam kamu. Hanya saja hal ini kembali kepada kaum wanita apakah mereka
ingin menjadi baik atau tetap menjadi korban. Yang jelas Islam telah memberikan
segalanya bagi wanita. Dan itu hanya bisa dicapai ketika Islam direalisasikan
dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Islam sebagai sebuah ideologi
alias Islam diterapkan sebagai aqidah dan syariat dalam sebuah negara. Tidak
seperti sekarang, Islam cuma etalase. Atau cuma simbol belaka, tidak dijadikan
sebagai pengatur kehidupan.
Jadi pilih mana, tetap jadi korban atau ikut Islam?
Ya, pilih Islam, dan lupakan sistem yang lain! [o.solihin | Twitter
@osolihin | Blog: www.osolihin.net]