- Back to Home »
- Setitik embun »
- Kehidupan Lumut
Posted by : Himmatul Aliyah
Minggu, 12 Agustus 2012
Lumut itu pioner. Dia bisa hidup di lingkungan yang
amat “menyakitkan”. Bahkan dia tidak hanya hidup sendiri, dia membuat
lingkungan menjadi subur dan “menciptakan” kehidupan tanaman lain. Dia ada
dengan “keberaniannya”, dan tidak egois, hidupnya membawa kehidupan orang lain.
Tetapi, lumut begitu mungil dan kecil. Ketika banyak
tanaman yang lebih besar darinya tumbuh, dia lenyap begitu saja. Tempatnya
“dijajah”. Namun dia tak lantas membalas dendam.
Dia akan tumbuh di tubuh tanaman besar itu, bagian
yang teduh. Dia tetap “menyambung tali silaturrahim”. Meski lagi-lagi dia akan
diusir. Tapi dia tak pernah putus asa untuk melakukan sesuatu. Agar tetap eksis
di lingkungan yang dia rintis.
Dia juga bisa tumbuh di atas batu. Dia mereduksi batu
itu menjadi sesuatu yang lebih lembut, pasir atau bahkan debu. Dari yang bahan
bakar Jahannam menjadi benda yang menyucikan bagi orang-orang yang bertayamum.
Ketika manusia makin serakah, tanaman yang besar itu
roboh satu demi satu. Mereka seolah sedang “diadzab” dan dibumihanguskan. Tapi
lumut, bagaimana keadaanmu kini?
Tanah kembali gersang. Tak satupun tanda-tanda
kehidupan. Hingga ku sadari...
Setitik kecil, dan menjadi semakin luas. Berwarna
hijau. Kaukah lumut? Ya, kau hidup lagi, di tanah dimana kau pernah
disia-siakan. Tapi kau tetaplah dirimu. Menjadi yang “berjasa” meski setelah
itu kau tak dianggap siapa-siapa.
______________________________________________________________
Jangan pernah takut ataupun merasa sempit ketika kau menjadi orang asing.
Selama apa yang kau bawa adalah kebenaran, yakinlah Allah tak akan pernah
menyia-nyiakanmu. Dan ketika dunia telah mengakuimu, tetaplah rendah hati. Dan
ketika mereka malah mencemoohmu, kerendahan hatimu telah mengajari untuk tidak
dengki, karena ini tetaplah dunia. Ia seperti koin yang memiliki dua sisi yang
berbeda. Setiap ada kebahagiaan, pasti ada kesedihan. Tetaplah menjadi dirimu,
tetaplah genggam kebenaran itu walau ia bagai bara api. Semakin kuat kau
menggenggamnya, kau akan merasakan sakit. Tetapi, semakin lemah kau
menggenggamnya, ia akan mudah lepas. Begitulah kebenaran di dunia yang fana
ini. Dan inilah akhir zaman, ketika kekejian meraja lela.
Bawalah kebenaran sekarang. Dan kebahagiaan itu pastilah akan datang
walaupun seribu tahun lagi. Mungkin tidak di dunia ini. Tapi, Allah telah
menyediakan sebaik-baik tempat kembali.
“Sesungguhnya Islam datang dalam
keadaan asing dan akan kembali pula dalam keadaan asing, maka berbahagialah
orang-orang dikatakan asing.” (HR. Muslim dari hadits Abu Hurairah dan Ibnu
Umar radhiallahu ‘anhuma)
(him)