- Back to Home »
- Kisah »
- Ketika Cinta Berbuah Surga
Posted by : Himmatul Aliyah
Jumat, 20 April 2012
Di tanah Kurdistan , ada seorang raja yang adil dan
shalih. Dia memiliki seorang anak laki-laki yang tampan, cerdas, dan pemberani.
Saat-saat paling menyenangkan bagi sang raja adalah ketika dia mengajari
anaknya itu membaca Al-Quran. Sang raja juga menceritakan kepadanya kisah-kisah
kepahlawanan para panglima dan tentaranya di medan pertempuran. Anak raja yang
bernama Said itu, sangat gembira mendengar penuturan kisah ayahnya. Si kecil
Said akan merasa jengkel jika di tengah-tengah ayahnya bercerita, tiba-tiba ada
orang yang memutuskannya.
Terkadang, ketika sedang asyik mendengarkan cerita
ayahnya tiba-tiba pengawal masuk dan memberitahukan ada tamu penting yang harus
ditemui oleh raja. Sang raja tahu apa yang dirasakan anaknya.
Maka, dia memberi nasihat kepada anaknya, "Said, Anakku,
sudah saatnya kamu mencari teman sejati yang setia dalam suka dan duka. Seorang
teman baik, yang akan membantumu untuk menjadi orang baik. Teman sejati yang
bisa kau ajak bercinta untuk surga."
Said tersentak mendengar perkataan ayahnya.
"Apa maksud Ayah dengan teman yang bisa diajak
bercinta untuk surga?" tanyanya dengan nada
penasaran.
"Dia adalah teman sejati yang benar-benar mau
berteman denganmu, bukan karena derajatmu, tatapi karena
kemurnian cinta itu sendiri, yang tercipta dari
keikhlasan hati. Dia mencintaiumu karena Allah. Dan Dengan dasar itu kau pun
bisa mencintainya dengan penuh keikhlasan karena Allah. Kekuatan cinta kalian
akan melahirkan kekuaan dahsyat yang membawa manfaat dan kebaikan. Kekuatan
cinta itu juga akan bersinar dan membawa kalian masuk surga."
"Bagaimana cara mencari teman seperti itu,
Ayah?" tanya Said.
Sang raja menjawab, "Kamu harus menguji orang
yang hendak kau jadikan teman. Ada sebuah cara menarik untuk menguji mereka.
Undanglah siapapun yang kau anggap cocok menjadi temanmu untuk makan pagi di
sini, di rumah kita. Jika sudah sampai di sini, ulurlah dan perlamalah waktu
penyajian makanan. Biarkan mereka semakin lapar. Lihatlah kemudian apa yang
mereka perbuat. Saat itu, rebuslah tiga buitr telur. Jika dia tetap bersabar,
hidangkanlah tiga telur itu kepadanya. Lihatlah, apa yang kemudian mereka
perbuat! Itu cara yang paling mudah bagimu. Syukur jika kau
bisa mengetahui perilakunya lebih dari itu.
"Said sangat gembira mendengar nasihat ayahnya.
Dia pun mempraktekkan cara mencari teman sejati yang cukup aneh itu. Mula-mula
ia mengundang anak-anak para pembesar kerajaan satu per satu. Sebagian besar
dari mereka marahmarah karena hidangnya tidak keluar-keluar. Bahkan, ada yang
pulang tanpa pamit dengan hati kesal, ada yang memukul-mukul meja, ada yang
melontarkan kata-kata tidak terpuji, memaki-maki karena terlalu lama menunggu
hidangan. Diantara teman anak raja itu, ada seorang bernama Adil. Dia anak
seorang menteri. Said melihat sepertinya Adil anak yang baik hati dan setia.
Maka dia ingin mengujinya. Diundanglah Adil untuk makan pagi. Adil memang
menunggu keluarnya hidangan dengan setia. Setelah dirasa cukup, Said
mengeluarkan sebuah piring berisi tiga telur rebus. Melihat itu, Adil berkata
keras, “Hanya ini sarapan kita? Ini tidak cukup mengisi
perutku!"
Adil tidak mau menyentuh telur itu. Dia pergi begitu
saja meniggalkan Said sendirian. Said diam. Dia tidak perlu meminta maaf kepada
Adil karena meremehkan makanan yang telah dia rebus dengan kedua tangannya. Dia
mengerti bahwa Adil tidak lapang dada dan tidak cocok untuk menjadi teman
sejati.
Hari berikutnya, dia mengundang anak seorang saudagar
terkaya. Tentu saja anak saudagar itu sangat senang mendapat undangan makan
pagi dari anak raja. Malam harinya, sengaja ia tidak makan dan melaparkan
perutnya agar paginya bisa makan sebanyak mungkin. Dia membayangkan makanan
anak raja pasti enak dan lezat. Pagi-pagi sekali, anak saudagar kaya itu telah
datang menemui Said. Seperti anak-anak sebelumnya, dia menunggu waktu yang lama
sampai makanan keluar. Akhirnya, Said membawa piring dengan tiga telur rebus di
atasnya.
"Ini makanannya, saya ke dalam dulu mengambil air
minum." Kata Said seraya meletakkkan piring itu di
atas meja.
Lalu, Said masuk kedalam. Tanpa menunggu lagi, anak
saudagar itu langsung malahap satu persatu telur itu. Tidak lama kemudian, Said
keluar membawa dua gelas air putih. Dia melihat ke arah meja ternyata tiga
telur itu telah lenyap. Ia kaget.
"Mana telurnya?" tanya Said pada anak
saudagar.
"Telah aku makan."
"Semuanya?"
"Ya, habis aku lapar sekali."
Melihat hal itu Said langsung tahu bahwa anak saudagar
itu juga tidak bisa dijadikan teman setia. Dia tidak setia. Tidak bisa
merasakan suka dan duka bersama. Sesungguhnya, Said juga belum makan apa-apa.
Said merasa jengkel kapada anak-anak di sekitar
istana. Mereka semua mementingkan diri sendiri. Tidak setia kawan. Tidak bisa
merasakan suka dan duka bersama. Akhirnya, Said meminta izin kepada ayahnya
untuk pergi mencari teman sejati.
****
Akhirnya, Said berpikir untuk mencari teman di luar
istana. Kemudian, mulailah Said berpetualang melewati hutan, ladang, sawah, dan
kampung-kampung untuk mencari seorang teman yang baik. Sampai akhirnya, di suatu
hari yang cerah, dia bertemu dengan anak seorang pencari kayu yang berpakaian
sederhana. Anak itu sedang memanggul kayu bakar. Said mengikutinya diam-diam
sampai anak itu tiba di gubuknya. Rumah dan
pakaian anak itu menunjukkan bahwa dia sangat miskin.
Namun, wajah dan sinar matanya memancarkan tanda kecerdasan dan kebaikan
hati. Anak itu mengambil air wudhu, lalu shalat dua rakaat. Said
memerhatikannya dari balik rumpun pepohonan. Selesai salat, Said datang dan
menyapa,
"Kawan, kenalkan namaku Said. Kalau boleh tahu,
namamu siapa? Kau
tadi shalat apa?"
"Namaku Abdullah. Tadi itu shalat dhuha."
Lalu, Said meminta anak itu agar bersedia bermain
dengannya dan menjadi temannya. Namun, Abdullah menjawab,
"Kukira kita tidak cocok menjadi teman. Kau anak
orang kaya, malah mungkin anak bangsawan. Sedangkan aku, anak miskin. Anak
seorang pencari kayu bakar."
Said menyahut, "Tidak baik kau mengatakan begitu.
Mengapa kau membeda-bedakan orang? Kita semua adalah hamba Allah. Semuanya
sama, hanya takwa yang membuat orang mulia di sisi Allah. Apa aku kelihatan
seperti anak yang jahat sehingga kau tidak mau berteman denganku? Kau nanti
bisa menilai, apakah aku cocok atau tidak menjadi temanmu."
"Baiklah kalau begitu, kita berteman. Akan
tetapi, dengan syarat hak dan kewajiban kita sama, sebagai teman yang
seia-sekata."
Said menyepakati syarat yag diajukkan oleh anak
pencari kayu itu. Sejak hari itu, mereka bermain bersama; pergi ke hutan
bersama, memancing bersama, dan berburu kelinci bersama. Anak tukang kayu itu
mengajarinya berenang di sungai, menggunakan panah dan memanjat pohon di hutan.
Said sangat gembira sekali berteman dengan anak yang cerdas, rendah hati,
lapang dada dan setia. Akhirnya, dia kembali ke istana dengan hati gembira.
Hari berikutnya, anak raja itu berjumpa lagi dengan teman barunya. Anak pencari
kayu itu langsung mengajaknya makan di gubuknya. Dalam hati, Said merasa kalah,
sebab sebelum dia mengundang makan, dia telah diundang makan. Di dalam gubuk
itu, mereka makan seadanya, sepotong roti, garam, dan air putih. Namun, Said
makan dengan sangat lahap. Ingin sekali rasanya dia minta tambah kalau tidak
mengingat, siapa tahu anak pencari kayu ini sedang mengujinya. Oleh karena itu,
Said merasa cukup dengan apa yang diberikan kepadanya. Selesai makan, Said
mengucapkan hamdalah dan tersenyum. Setelah itu, mereka kembali bermain. Said
banyak menemukan hal-hal baru di hutan, yang tidak dia dapatkan di dalam
istana. Oleh temannya itu dia diajari untuk mengenali dan membedakan jenis
dedaunan dan buah-buahan di hutan; antara daun dan buah yang bisa dimakan, yang
bisa dijadikan obat, serta yang beracun.
"Dengan mengenal jenis buah dan dedaunan di hutan
secara baik, kita tidak akan repot jika suatu kali tersesat. Persediaan makanan
ada di sekitar kita. Inilah keagungan Allah!" kata anak pencari kayu.
Seketika itu, Said tahu bahwa ilmu tidak hanya dia
dapat dari madrasah seperti yang ada di ibukota kerajaan ilmu ada di mana-mana.
Bahkan, di hutan sekalipun. Hari itu, Said banyak mendapatkan pengalaman
berharga. Ketika matahari sudah condong ke Barat, Said berpamitan kepada
sahabatnya itu untuk pulang. Tidak lupa, Said mengundangnya makan di rumahnya
besok pagi. Lalu, dia memberikan secarik kertas pada temannya itu.
"Pergilah ke ibu kota , berikan kertas ini kepada
tentara yang kau temui di sana . Dia akan mengantarkanmu ke rumahku," kata
Said sambil tersenyum.
"Insya Alloh aku akan datang." Jawab anak
pencari kayu itu.
*****
Pagi harinya, anak pencari kayu sampai juga di istana.
Dia sama sekali tidak menyangka kalau Said adalah anak raja. Mulanya, dia ragu
untuk masuk istana. Akan tetapi, jika mengingat kebaikan dan kerendahan hati
Said selama ini, dia berani masuk juga. Said menyambutnya dengan hangat dan
senyum gembira. Seperti anak-anak sebelumnya yang telah hadir di ruang makan
itu. Said pun menguji temannya ini. Dia membiarkannya menunggu lama
sekali. Namun, anak pencari kayu itu sudah terbiasa lapar. Bahkan, dia pernah
tidak makan selama tiga hari. Atau, terkadang makan daun-daun mentah saja. Dia
hanya berpikir, seandainya semua anak bangsawan bisa sebaik anak raja ini,
tentu dunia akan tentram. Selama ini, dia mendengar bahwa anak-anak pembesar
kerajaan senang hura-hura. Namun, dia menemukan seorang
anak raja yang santun dan shalih. Akhirnya, tiga butir
telur masak pun dihidangkan. Said mempersilahkan temannya untuk memulai makan.
Anak pencari kayu bakar itu mengambil satu. Lalu, dia mengupas kulitnya
pelan-pelan. Sementara Said mengupas dengan cepat dan menyantapnya. Lalu dengan
sengaja Said mengambil yang ketiga, mengupasnya dengan cepat dan melahapnya.
Temannya selesai mengupas telur. Said ingin melihat apa yang akan dilakukan
temannya dengan sebitur telur itu, apakah akan dimakannya sendiri atau?
Anak miskin itu mengambil pisau yang ada di dekat
situ. Lalu, dia membelah telur itu jadi dua. Yang satu dia pegang dan yang
satunya lagi, dia berikan kepada Said. Tidak ayal lagi, Said menangis terharu.
Lalu Said pun memeluk anak pencari kayu bakar itu erat-erat seraya berkata.
"Engkau teman sejatiku! Engkau teman sejatiku!
Engkau temanku masuk surga."
Sejak itu, keduanya berteman dan bersahabat dengan
sangat akrab. Persahabatan meraka melebihi saudara kandung. Mereka saling
mencintai dan saling menghormati karena Alloh swt. Karena kekuatan cinta itu mereka
bahkan sempat bertahun-tahun mengembara bersama untuk belajar dan berguru
kepada para ulama yang tersebar di Turki, di Syiria, di Irak, di Mesir dan di
Yaman. Setelah berganti bulan dan tahun, akhirnya keduanya tumbuh dewasa. Raja
yang adil, ayah Said meninggal dunia. Akhirnya, Said diangkat menjadi raja
untuk menggantikan ayahnya. Menteri yang pertama kali dia pilih adalah
Abdullah,an ak pencari kayu itu. Abdullah pun benar-benar menjadi teman
seperjuangan dan penasihat raja yang tiada duanya. Meskipun telah menjadi raja
dan menteri, keduanya masih sering malakukan shalat tahajud dan membaca
Al-Quran
bersama. Kecerdasaan dan kematangan jiwa keduanya
mampu membawa kerajaan itu maju, makmur, dan jaya.---baldatun thayyibatun wa
Rabbun Ghafur.---
Dikutip dari sebuah karya Habiburrahman El Shirazy