- Back to Home »
- Tokoh »
- Muhammad Natsir
Posted by : Himmatul Aliyah
Senin, 13 Agustus 2012
“Pilihlah salah satu dari dua jalan,
Islam atau Atheis.” adalah kutipan pidato Muhammad Natsir di Parlemen Indonesia
di masa kemerdekaan. Muhammad Natsir adalah tokoh Islam kontemporer dunia
Islam, mujahid dan politikus piawai. Mencurahkan segenap kemampuan untuk
menjadikan Islam sebagai sistem pemerintahan Indonesia, dan melawan orang-orang
yang menghalangi tegaknya Islam. Hingga riwayat hidupnya tercatat dalam buku “Mereka
yang telah pergi, Tokoh-tokoh Pembangunan Pergerakan Islam Kontemporer”.
Muhammad Natsir lahir pada tanggal
16 Juli 1908 di Alahan Panjang, Kabupaten Solok, Sumatera Barat. Ia dibesarkan
di keluarga agamis, ayahnya Idris Sutan Saripado seorang ulama terkenal di
Indonesia adalah pegawai pemerintah dan pernah menjadi Asisten Demang di
Bonjol. Natsir adalah anak ketiga dari empat bersaudara. Dia kemudian diangkat
menjadi penghulu atau kepala suku Piliang dengan gelar Datuk Sinaro Panjang di
Pasar Maninjau.
Natsir pada mulanya sekolah di
Sekolah Dasar pemerintah di Maninjau, kemudian HIS pemerintah di Solok, HIS
Adabiyah di Padang, HIS Solok dan kembali HIS pemerintah di Padang. Natsir
kemudian meneruskan studinya di Mulo Padang, seterusnya AMS A 2 (SMA jurusan
Sastra Barat) di Bandung. Walaupun akan mendapatkan beasiswa seperti di Mulo
dan AMS untuk belajar di Fakultas Hukum di Jakarta atau Fakultas Ekonomi di
Rotterdam, dia tidak melanjutkan studinya dan lebih tertarik pada perjuangan
Islam.
Pendidikan agama mulanya diperoleh
dari orang tuanya, kemudian ia masuk Madrasah Diniyah di Solok pada sore hari
dan belajar mengaji Al Qur’an pada malam hari di surau. Pengetahuan agamanya
bertambah dalam di Bandung ketika dia berguru kepada ustaz Ahmad Hasan, tokoh
Persatuan Islam di Bandung. Kepribadian Ahmad Hasan dan tokoh-tokoh lainnya
yang hidup sederhana, rapi dalam bekerja, alim dan tajam argumentasinya dan
berani mengemukakan pendapat tampaknya cukup berpengaruh pada kepribadian
Natsir kemudian. Natsir mendalami Islam, bukan hanya mengenai teologi (tauhid),
ilmu fiqih (syari’ah), tafsir dan hadis semata, tetapi juga filsafat, sejarah,
kebudayaan dan politik Islam. Di samping itu ia juga belajar dari H. Agus
Salim, Syekh Ahmad Soorkati, HOS Cokroaminoto dan A.M. Sangaji, tokoh-tokoh
Islam terkemuka pada waktu itu, beberapa di antaranya adalah tokoh pembaharu
Islam yang mengikuti pemikiran Mohammad Abduh di Mesir. Pengalaman ini semua
memperkokoh keyakinan Natsir untuk berjuang dalam menegakkan agama Islam.
Perjuangan Muhammad Natsir
Pengalaman organisasinya mulai
ketika dia masuk Jong Islamieten Bond (JIB) di Padang. Di Bandung dia menjadi
wakil ketua JIB pada 1929-1932, menjadi ketua Partai Islam Indonesia cabang
Bandung, dan pada tahun empat puluhan menjadi anggota Majlis Islam A’la
Indonesia (MIAI), cikal bakal partai Islam Masyumi (Majlis Syura Muslimin
Indonesia) yang kemudian dipimpinnya. Ia menjalin hubungan dengan tokoh politik
seperti Wiwoho yang terkenal dengan mosinya “Indonesia Berparlemen” kepada pemerintah
Belanda, dengan Sukarno, dan tokoh politik Islam lainnya yang kemudian menjadi
tokoh Masyumi, seperti Kasman Singodimejo, Yusuf Wibisono dan Mohammad Roem.
Berbeda dengan tokoh pergerakan
lainnya, sejak semula Natsir juga bergerak di bidang dakwah untuk membina
kader. Pada mulanya ia aktif dalam pendidikan agama di Bandung, kemudian
mendirikan lembaga Pendidikan Islam (Pendis) yang mengasuh sekolah dari TK,
HIS, Mulo dan Kweekschool yang dipimpinnya 1932-1942. Di samping itu ia rajin
menulis artikel di majalah terkemuka, seperti Panji Islam, Al Manar, Pembela
Islam dan Pedoman Masyarakat. Dalam tulisannya dia membela dan mempertahankan
Islam dari serangan kaum nasionalis yang kurang mengerti Islam seperti Ir.
Sukarno dan Dr. Sutomo. Khusus dengan Sukarno, Natsir terlibat polemik hebat
dan panjang antara tahun 1936-1940an tentang bentuk dan dasar negara Indonesia
yang akan didirikan. Natsir menolak ide sekularisasi dan westernisasi ala Turki
di bawah Kemal Attaturk dan mempertahankan ide kesatuan agama dan negara.
Tulisan-tulisannya yang mengeritik pandangan nasionalis sekuler Sukarno ini
kemudian dibukukan bersama tulisan lainnya dalam dua jilid buku Capita Selecta.
Kegiatan politik Natsir menonjol
sesudah dibukanya kesempatan mendirikan partai politik pada bulan November
1945. Bersama tokoh-tokoh Islam lainnya seperti Sukiman dan Roem, dia
mendirikan partai Islam Masyumi, menjadi anggota Komite Nasional Indonesia
Pusat (KNIP) dan anggota Badan Pekerja KNIP. Dalam kabinet Syahrir I dan II
(1946-1947) dan dalam kabinet Hatta 1948 Natsir ditujuk sebagai Menteri
Penerangan. Sebagai menteri, tanpa rasa rendah diri dia menerima tamunya di
kantor menteri dengan pakaian amat sederhana, ditambal, sebagaimana ditulis
kemudian oleh Prof. George Kahin, seorang ahli sejarah Indonesia berkebangsaan
Amerika yang waktu itu mengunjunginya di Yogya.
Ketika terbentuknya negara RIS
sebagai hasil perjanjian KMB pada akhir Desember 1949, Natsir memelopori
kembali ke negara kesatuan RI dengan mengajukan Mosi Integral kepada parlemen
RIS pada tanggal 3 April 1950. Bersama dengan Hatta yang juga menjabat sebagai
Perdana Menteri RIS, ide ini tercapai dengan dibentuknya negara kesatuan RI
pada 17 Agustus 1950. Mungkin atas jasanya itu, Natsir ditunjuk sebagai Perdana
Menteri oleh Sukarno, atau juga karena pengaruhnya yang besar, sebagaimana
kemudian terlihat dari hasil Pemilu 1955.
Tidaklah mudah menjadi Perdana
Menteri dalam keadaan sulit ketika itu. Hampir di semua daerah terdapat
perasaan bergalau akibat perang yang menimbulkan rasa ketidak-puasan di
mana-mana. Beberapa tokoh yang selama ini berjuang untuk Republik berontak,
seperti Kartosuwiryo dan kemudian Kahar Muzakkar. Pengikut RMS dan Andi Azis
yang berontak ke pada Hatta masih belum tertangani. MMC (Merapi Merbabu Complex)
yang beraliran komunis berontak di Jawa Tengah. Daud Beureuh menolak
menggabungkan Aceh ke dalam propinsi Sumatera Utara. Walaupun kemudian Natsir
pada bulan Januari 1951 berhasil membujuk Daud Beureuh yang sengaja berkunjung
ke Aceh sesudah Assaat dan Syafruddin gagal meyakinkannya, namun Daud Beureuh
meninggalkan pemerintahan dan pulang kekampungnya di Pidie. Dengan berat hati
Natsir terpaksa membekukan DPR Sumatera Tengah dan mengangkat gubernur Ruslan
Mulyoharjo sebagai gubernur. Dalam waktunya yang pendek (September 1950-April
51) Natsir membawa RI dari suasana revolusi ke suasana tertib sipil dan
meletakkan dasar politik demokrasi dengan menghadapi bermacam kendala, termasuk
perbedaan pendapat dengan Sukarno dan partainya PNI.
Sesudah meletakkan jabatannya di
pemerintahan, Natsir aktif dalam perjuangan membangun bangsa melalui partai dan
menjadi anggota parlemen. Pada pemilihan umum 1955 Partai Islam Masyumi yang
dipimpinnya mendapat suara kedua terbanyak sesudah PNI walaupun memperoleh
kursi yang sama dengan PNI. Pada sidang-sidang konstituante antara 1956-1957
dengan gigih dia mempertahankan pendiriannya untuk menjadikan Islam sebagai
dasar negara. Sebelum sidang konstituante ini berhasil menetapkan Anggaran
Dasar Negara, Sukarno memaklumkan kembali ke UUD 1945 dan membubarkan parlemen
serta konstituante hasil pemilu. Natsir menjadi penantang ide dan politik
Sukarno yang gigih dan teguh.
Penantangannya kepada Sukarno
terutama karena Sukarno kemudian berubah menjadi pemimpin yang otoriter dan
menggenggam kekuasaan di tangannya sendiri dengan bekerjasama dengan Partai
Komunis Indonesia dan partai lain yang mau menuruti kemauan Sukarno. Bukan saja
Natsir, Hatta pun malah juga terdesak. Hatta meletakkan jabatannya sebagai
usaha mengembalikan presiden Sukarno ke jalur yang benar, tapi hal itu malah
makin membuat Sukarno leluasa. Natsir makin terjepit karena pengaruh PKI yang
anti Islam.
Pergolakan politik akibat perebutan
hegemoni Islam dan non Islam yang mencuat secara demokratis di parlemen diikuti
pula oleh kekisruhan ekonomi dan politik secara tidak terkontrol di luar
parlemen. Hal ini berujung dengan munculnya kegiatan kedaerahan yang berpuncak
pada pemberontakan daerah dan PRRI pada tahun 1958. Natsir yang dimusuhi
Sukarno bersama Sjafruddin Prawiranegara dan Burhanuddin Harahap melarikan diri
dari Jakarta dan ikut terlibat dalam gerakan itu. Karena itu partai Masyumi dan
PSI Syahrir dipaksa membubarkan diri oleh Sukarno.
Ketika PRRI berakhir dengan
pemberian amnesti, Natsir bersama tokoh lainnya kembali, namun kemudian ia
dikarantina di Batu, Jawa Timur (1960-62), kemudian di Rumah Tahanan Militer
Jakarta sampai dibebaskan oleh pemerintahan Suharto tahun 1966. Ia dibebaskan
tanpa pengadilan dan satu tuduhanpun kepadanya.
Walaupun tidak lagi dipakai secara formal,
Natsir tetap mempunyai pengaruh dan menyumbang bagi kepentingan bangsa,
misalnya ikut membantu pemulihan hubungan Indonesia dengan Malaysia. Melalui
hubungan baiknya, Natsir menulis surat pribadi kepada Perdana Menteri Malaysia
Tungku Abdul Rahman guna mengakhiri konfrontasi Indonesia-Malaysia yang
kemudian segera terwujud.
Karena tidak mungkin lagi terjun ke
politik, Natsir mengalihkan kegiatannya, berdakwah melalui perbuatan nyata
dalam memperbaiki kehidupan masyarakat. Pada tahun 1967 dia mendirikan Dewan
Dakwah Islamiyah Indonesia yang aktif dalam gerakan amal. Lembaga ini dengan
Natsir sebagai tokoh sentral, aktif berdakwah bukan saja kepada masyarakat dan
para mahasiswa di Jakarta dan kota lainnya, tapi juga di daerah terasing,
membantu pendirian rumah sakit Islam dan pembangunan mesjid, dan mengirim
mahasiswa tugas belajar mendalami Islam di Timur Tengah.
Manhaj Dakwah Muhammad Natsir
Keluar dari penjara, Muhammad Natsir
dan rekan-rekannya mendirikan Dewan Dakwah Islam Indonesia yang memusatkan
aktivitasnya untuk membina masyarakat, mengerahkan para pemuda, dan menyiapkan
dai. Kemudian cabang-cabang DDI terbentuk di seluruh Indonesia, dan generasi
muda dapat mengenyam fikrah Islam yang benar, memberi pengarahan kepada
masyarakat, mendirikan pusat-pusat kegiatan Islam (Islamic Center) dan masjid,
menyebarkan buku-buku Islam, membentuk ikatan-ikatan pelajar Islam, serta
mendirikan beberapa asosiasi profesional: para insinyur, petani, pekerja dan
lain-lain. Ia juga menjalin hubungan dengan gerakan-geraka Islam Internasional,
untuk saling tukar pengalaman dan saling mengokohkan persatuan. tahun 1967,
Muhammad Natsir dipilih menjadi Wakil Ketua Muktmaar Islam Internasiomal di
Pakistan.
Kepedulian Muhammad Natsir
Muhammad Natsir sangat seius
memperhatikan masalah Palestina. Ia temui tokoh, pemimpin dan dai di
negara-negara Arab dan Islam untuk membangkitkan semangat membela Palestina,
setelah kekelahan tahun 1967.
Menurut Al-Mustasyar
Abdullah Al-‘Aqil, mantan wakil Sekretaris Jendral Rabithah Alam Islami di
Mekah Al-Mukaromah, “Dr. Muhammad Natsir sangat serius memperhatikan masalah Palestina.
Ia temui tokoh, pemimpin dan dai di negara-negara Arab dan Islam untuk membangkitkan
semangat membela Palestina, setelah kekalahan tahun 1967”.
Ketika redaktur majalah
“Al-Wa’yul Islami” Kuwait, ustadz Muhammad Yasir Al-Qadhami
bersilaturrahim ke rumah pak Natsir, Februari 1989, dan bertanya tentang
tokoh-tokoh yang berpengaruh pada dirinya dan mempengaruhi perjuangannya, pak
Natsir menjawab, “ Haji Syekh Muhammad Amin Al-Husaini, Imam Asy Syahid Hasan
Al-Banna, dan Imam Hasan Al-Hudhaibi. Sedang tokoh-tokoh Indonesia adalah Syekh
Agus Salim dan Syekh Ahmad Surkati.”
Di hadapan sekitar
2.000 orang yang hadir dalam acara Tasyakur 80 Tahun Muhammad Natsir, di Masjid
Al-Furqan, Jalan Kramat Raya 45, Jakarta Pusat, 17 Juli 1988. Pak Natsir
menyampaikan kepada jama’ah, founding fathers, tokoh dan pendiri Republik ini,
ulama, zuama, cendikiawan, dan generasi muda Islam tentang perjuangan anak-anak
dan pemuda Palestina melawan penjajah Zionis Israel.
“Soal Palestina yang
selama ini macet, hidup kembali dengan demonstrasi, pemuda-pemuda dan anak-anak
sekolah yang secara spontan menyatakan protes dengan beramai-ramai melempari
dengan batu (bukan granat) dengan seruan Allahu Akbar, ke arah tentara Israel
yang bersenjata lengkap. Sudah delapan bulan yang demikian itu berjalan, sudah
banyak yang syahid ditembaki oleh tentara Israel. Tetapi mereka tak berhenti.
Siapa yang mnenyangka tadinya akan demikian semangat jihad anak-anak belasan
tahun berhadapan dengan angkatan bersenjata Israel…Demikianlah. Tak ada yang
tetap di dunia ini. Innazzamaana Qadistadaara (Zaman beredar, musim
berganti)”.
Selain itu dia sangat peduli dengan
perjuangan dakwah di Indonesia. Siang dan malam Muhammad Natsir berkunjung ke
wilayah di Indonesia untuk urusan dakwah. Setelah Soekarno tumbang bulan Oktber
1965, kristenisasi semakin meningkat. Para misionaris melipatgandakan upayanya,
membangun gereja-gereja, menyebarkan Injil, mendirikan lembaga-lembaga
pendidikan Kristen dan membuka sekolah-sekolah misionaris. mereka berharap
tahun 2000 Indonesia menjadi Kristen.
Meskipun para misionaris mendaptkan
suplay dana dari luar negeri dalam menjalankan aksinya, namun upaya Muhammad
Natsir dan rekan-rekannya menjadi penghambat aktivitas para misionaris dan
mengagalkan rencana serta konspirasi busuk mereka. Rakyat Indonesia mulai
mendekati dai untuk mengenal Islam yang benar. Kesadaran berislam pun merebak
dikalangan mahasiswa dan pelajar, juga menyentuh para intelektual.
Ungkapan-ungkapan Muhammad Natsir
“Islam tidak terbatas pada aktivitas
ritual muslim yang sempit, tapi pedoman hidup bagi individu, masyarakat dan
negara. Islam menentang kesewenang-wenangan manusia terhadap saudaranya. karena
itu, kaum muslimin harus berjihad untuk mendapatkan kemerdekaan. Islam
menyetujui prinsip-prinsip negara
yang benar. Karena itu, kaum muslimin harus mengelola negara yang merdeka berdasarkan nilai-nilai Islam. Tujuan ini tidak terwujud jika kaum muslimin tidak punya keberanian berjihad untuk mendapatkan kemerdekaan, sesuai dengan nilai-nilai yang diserukan Islam. Mereka juga harus serius membentuk kader dari kalangan pemuda muslim yang terpelajar.”
yang benar. Karena itu, kaum muslimin harus mengelola negara yang merdeka berdasarkan nilai-nilai Islam. Tujuan ini tidak terwujud jika kaum muslimin tidak punya keberanian berjihad untuk mendapatkan kemerdekaan, sesuai dengan nilai-nilai yang diserukan Islam. Mereka juga harus serius membentuk kader dari kalangan pemuda muslim yang terpelajar.”
Saat diwawancarai dengan redaktur
majalah “Al-Wa’yul Islami” Kuwait di kediaman Muhammad Natsir pada tahun 1989,
Muhammad Natsir berkata: “Saya tidak takut masa depan, karena tidak ada bahaya.
Masa depan
milik Umat Islam, jika mereka tetap istiqomah, baik secara pribadi atau kolektif.” Ketika redaktur bertanya tentnag tokoh-tokoh yang berpengaruh dalam dirinya dan mempengaruhi perjuangannya, Muhammad natsir menjawab: “Haji Syaikh Muhammad Amin Al-Husaini, Imam Asy Syahid Hasan Al-Banna dan Imam Al-Hudhaibi.Sedangtokoh tokoh Indonesia adalah Syaikh Agus Salim dan Syaikh Ahmad Surkati.”
Prestasi-prestasi Muhammad Natsirmilik Umat Islam, jika mereka tetap istiqomah, baik secara pribadi atau kolektif.” Ketika redaktur bertanya tentnag tokoh-tokoh yang berpengaruh dalam dirinya dan mempengaruhi perjuangannya, Muhammad natsir menjawab: “Haji Syaikh Muhammad Amin Al-Husaini, Imam Asy Syahid Hasan Al-Banna dan Imam Al-Hudhaibi.Sedangtokoh tokoh Indonesia adalah Syaikh Agus Salim dan Syaikh Ahmad Surkati.”
Natsir menjadi tokoh Islam terkenal
di dunia internasional. Pada tahun 1967 Natsir diamanahi menjadi Wakil Presiden
World Muslim Congress (Muktamar Alam Islami) yang berkedudukan di
Karachi, Pakistan, tahun 1969 menjadi anggota World Muslim League (Rabithah
Alam Islami), Mekah, Saudi Arabia, tahun 1972 menjadi anggota Majlis A’la
al-Alam lil Masajid (Dewan Masjid se Dunia), Mekah, Saudi Arabia, tahun
1980, tahun 1985 menjadi anggota Dewan Pendiri The International Islamic
Charitable Foundation, Kuwait, pada tahun 1986 menjadi anggota Dewan
Pendiri The Oxford Centre for Islamic Studies, London, Inggris dan
angota Majelis Umana’ International Islamic Univesity, Islamabad,
Pakistan. Pada tahun 1987 Natsir menjadi anggota Dewan Pendiri The Oxford
Center for Islamic Studies, London.
Atas segala jasa dan kegiatannya
pada tahun 1957 Natsir memperoleh bintang kehormatan dari Republik Tunisia
untuk perjuangannya membantu kemerdekaaan Negara-negara Islam di Afrika Utara.
Tahun 1967 dia mendapat gelar Doktor Honoris Causa bidang Politik Islam dari
Universitas Islam Libanon, menerima Faisal Award dari kerajaan Saudi Arabia
pada tahun 1980 untuk pengabdiannya pada Islam, dalam bidang sastra dari
Universitas Kebangsaan Malaysia, dan dalam bidang pemikiran Islam dari
Universitas Saint dan Teknologi Malaysia (1991). Gelar pahlawan nasional
diberikan kepada Muhammad Natsir bertepatan pada peringatan Hari Pahlawan
tanggal 10 November 2008.
Karya-Karya Muhammad Natsir
Banyak karya tulis yang ditinggalkan
oleh Muhammad Natsir, baik yang terkait dengan dakwah atau pemikiran. Sebagian
telah diterbitkan dalam bahasa Arab dengan jumlah lebih dari 35 buah buku,
diantaranya adalah Fiqhud Da’wah (Fikih Dakwah) dan Ikhtaru Ahadas
Sabilain (Pilih salah satu dari dua jalan). Dia juga menulis buku khusus
yang membahas permasalahan Palestina dengan judul Qadhiyatu Falisthin (Masalah
Palestina). Disamping itu masih banyak ceramah, riset, makalah Muhammad Natsir
yang tersebar dan tidak dapat dihitung.
Akhir Hidup
Tokoh yang sederhana ini wafat pada hari Sabtu
tanggal 6 Februari 1993 pukul 12.10 WIB di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
Jakarta dalam usia 84 tahun, dan dikuburkan di TPU Karet,
Tanah Abang. Ucapan belasungkawa datang tidak saja dari simpatisannya di dalam
negeri yang sebagian ikut mengantar jenazahnya ke pembaringan terakhir, tapi
juga dari luar negeri, termasuk mantan Perdana Menteri Jepang, Takeo Fukuda
yang mengirim surat duka kepada keluarga almarhum dan bangsa Indonesia.
Walaupun telah tiada, buah karya dan
pemikirannya dapat dibaca dari puluhan tulisannya yang sudah beredar, mulai
dari bidang politik, agama dan sosial, di samping lembaga-lembaga amal yang
didirikannya. Perkawinannya dengan Nur Nahar, aktifis JIB pada tahun 1934 di Bandung
telah memberinya enam orang anak.
_________________________________________________________________________
Sumber :http://heriman.wordpress.com/2007/02/27/mohammad-natsir/
http://www.pks-jaksel.or.id/Article133.phtml
http://www.eramuslim.com/berita/tha/8428074634-pak-natsir-dan-jihad-palestina.htm
http://fithab.multiply.com/journal/item/235/Rangkaian_Sejarah_Mohammad_Natsir
http://id.wikipedia.org/Muhammad_Natsir